A.
Pengertian
Bidan
Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
Bidan
yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan
diakui sebagai tenaga professional yang bertanggungjawab dan akuntabel, yang
bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan,
asuhan dan nasehat selama masa hamil,
masa persalinan
dan masa nifas, memimpin persalinan
atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi
baru lahir, dan bayi.
B.
Pengertian
Profesi Bidan
Profesi bidan adalah suatu profesi yang tertua di
dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita
terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan. Peran dan posisi
bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat
mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu
melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Bidan sebagai profesi
memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
1. Bidan
disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional
2. Bidan
memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya, yaitu
standar pelayanan kebidanan, kode etik,dan etika kebidanan
3. Bidan
memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya
4. Bidan
memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya
5. Bidan
memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
6. Bidan
memiliki organisasi profesi
7. Bidan
memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat
8. Profesi
bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan.
C.
Perkembangan
Profesi Bidan
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi sangat
tinggi pada zaman pemerintah Hindia Belanda. Tenaga penolong persalinan saat
itu masih dilakukan oleh dukun. Pada
tahun 1807, Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels, melatih dukun dalam
pertolongan persalinan. Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama karena tidak ada pelatihan
kebidanan.
Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kebidanan hanya diperuntukan oleh
orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Pada tahun 1849, dibuka
Pendidikan Dokter Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda ; sekarang RSPAD Gatot
Soebroto). Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851
dibuka Pendidikan Bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh dokter militer
Belanda (Dr. W Bosch), lulusan ini bekerja di Rumah Sakit dan juga di
masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh
dukun dan bidan.
Tahun 1952, diadakan pelatihan bidan secara formal
agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Setahun kemudian,
diadakan kursus tambahan bidan (KTB) di Jogyakarta, lalu berdirilah BKIA.
Kegiatan BKIA : pelayanan antenatal, post natal, pemeriksaan bayi dan anak
termasuk immunisasi dan penyuluhan gizi. Pada tahun 1957, BKIA menjadi
Puskesmas. Kegiatan Puskesmas terdiri atas kegiatan di dalam gedung dan di luar gedung.
Di tahun 1990 pelayanan kebidanan merata dan semakin
dekat dengan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan ini melalui intstruksi presiden secara
lisan pada siding kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk
penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah pelaksana KIA
(ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir), termasuk pembinaan
dukun bayi, serta pelayanan keluarga berencana.
D.
Organisasi
Profesi Bidan
Pada
tanggal 24 Juni 1951 para bidan senior yang berdomisili di Jakarta mengadakan
sebuah konferensi. Hal ini jelas merupakan wujud dari cita-cita dan perjuangan
bidan yang sejak awalnya sudah turut mengambil bagian dalam perjuangan
kemerdekaan. Konferensi ini telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta
arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah
organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan,
bersifat nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam sejarah Bidan Indonesia
menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi
IBI.Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidan
pertama yang diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa
bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta.
Konfrensi bidan pertama tersebut
telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi
perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi
bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat nasional,
berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konfrensi IBI tersebut juga
dirumuskan tujuan IBI yaitu ;
1. Menggalang persatuan dan
persaudaraan antar sesame bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa.
2. Membina pengetahuan dan keterampilan
anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta
kesejahteran keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam
pembangunan nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4. Mengingkatkan martabat dan kedudukan
bidan dalam masyarakat.
Dengan landasan dan arah tersebut,
dari tahun ke tahun IBI terus berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang
semakin nyata dan telah dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun
pemerintah sendiri.
Adapun tokoh-tokoh yang tercatat
sebagai pemrakarsa konferensi tersebut adalah : Ibu Selo Salikun, Ibu
Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu Ipah dan Ibu S.Marguna,
yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-satunya organisasi resmi bagi
para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari konferensi pertama bidan
seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah :
- Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan bidan Indonesia.
- Pengurus besar IBI berkedudukan di Jakarta
- Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian organisasi/perkumpulan yang bersifat local yang ada sebelum konfrensi ini semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.
- Musyawarah menetapkan Pengurus Besar IBI dengan susunan sebagai berikut :
Ketua 1 : Ibu Fatimah Muin
Ketua II : Ibu Sukarno
Penulis : Ibu Selo Soemardjan
Penulis II : Ibu Ropingatun
Bendahara : Ibu Salikun
E.
Bidan
masuk ICM
Di gelanggang dunia internasional
IBI aktif menggalang kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi lainnya.
Pada tahun 1956 IBI diterima menjadi anggota Confederation of Midwives (ICM)
yang berkantor pusat di Landon. Keanggotaan IBI dalam ICM yang merupakan
organisasi bidan sedunia ini sangat besar manfaatnya bagi citra bidan dan
pelayanan kebidanan di Indonesia. Melalui forum ICM ini IBI dapat
memperkenalkan citra bidan Indonesia kepada dunia.
IBI senantiasa berupaya mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh ICM, misalnya mengirimkan urusan pada
Kongres Internasional ICM di Stockholn (1959), Rome (1960), Washington DC
(1972).
Di Manila (Filipina) IBI mengutus
Ibu Tien Soemarmo, Ibu H. Tjasmirah dan Ibu Murdaningsih untuk mengikuti “Joint
Study Group” yang di adakan oleh ICM dan IFGO mengenai “Training and Practice
of Midwives and Matirnity Nurses”.
Pada kongres Internasional
Confederation of Midwives berikutnya dilaksanankan di Lausanne, Swiss (1975).
Dalam perhelatan ini IBI mengirimkan delegasi yang terdiri dari: Ny. R. Juzar
Bur (Ketua), Nn, Samiarti Martosewojo (pembawa makalah) berjudul “The Influence
of Custums and Tradition in Midwivery in Indonesia”, Ny, Dra. Ruth Soh Sanu,
Ny. Tuty Mustafa Dangkua, Ny. Aksari Jasin, Ny, Nilam Lubis, Ny, Emma, Nn.
Danimar Ibrahim, dan Ny. Syarifah Jusuf.
Tahun 1978, berlangsung pula
Kongres ICM di Yerussalem, Israel. Pada kesempatan ini IBI tidak mengirimkan
utusan, namun IBI mengirim sebuah makalah dengan judul “Other Methods of Family
Planning”. Yang dikirim melalui secretariat ICM di London.
Pada tahun 1981 kongres ICM
dilangsungkan di Brighton, United Kingdom. IBI mengirimkan delegasi besar
sebanyak 30 orang dengan mengikut sertakan wakil IBI dari seluruh Indonesia.
Kongres ICM tahun 1984 di Sydney,
Australia dihadiri oleh anggota IBI. Tahun 1985 IBI diberi kepercayaan menjadi
penyelenggara International Conferedation of Midwives Western Pasific Regional
Meeting & Seminar. ,Kegiatan ini diselenggarakan di Sahid Jaya Hotel dan
berhasil dengan sukses.
Suatu kendala dalam keanggotaan IBI
dalam ICM adalah masalah iuran yang harus dibayar tiap tahun sesuai dengan
jumlah anggota yang dimilikinya. Mengingat Indonesia merupakan Negara yang
sedang berkembang, maka IBI diberikan kelonggaran dalam pembayaran iuran. Yang
diharuskan membayar iuran adalah hanya pengurus intinya saja mulai dari pusat
sampai ke cabang-cabang.
No comments:
Post a Comment