REWARD dan SANKSI BIDAN
Oleh :
1. Ni Kadek
Candra Dewi (P07124012024)
2. Putu
Intan B. Pratiwi
(P07124012025)
3. Ni Luh
Susi Diana Dewi
(P07124012026)
POLITEKNIK
KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN
KEBIDANAN
2012
Bab
1
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Bidan
sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dalam pelayanan
kesehatan dasar. Untuk menanggulangi tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi, sekolah kebidanan secara khusus didirikan pemerintah Hindia
Belanda. Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan
dan BKKBN terns mendorong pertumbuhan jumlah bidan. Menurut Profil Kedudukan
dan Peranan Wanita 1995 balk di kota maupun di desa, perempuan lebih memilih
bidan dalam memeriksakan kesehatan dan kehamilan mereka dari pada tenaga
kesehatan iainnya. Habsjah dan Aviatri (dalam Oey-Gardiner 1996:393)
mengungkapkan bahwa sejak tahun 1952 bidan sudah dikerahkan untuk mengelola. Balai
Kesehtan Ibu dan Anak. Ketika pada tahun 1968 puskesmas pertama kali
diperkenalkan di Indonesia, Depkes mengeluarkan peraturan bahwa tenaga
puskesmas harus terdiri atas tenaga dokter, bidan, mantri, dan perawat. Tetapi
berbagai studi membuktikan bahwa banyak puskesmas yang hanya memiliki bidan
atau mantri sebagai satu-satunya tenaga kesehatan yang setiap saat dapat
dikunjungi oleh masyarakat. Bidan di Indonesia adalah ujung tombak pelayanan
kesehatan dasar.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dalam melaksanakan
tugas di desa yang sulit dijangkau, tugas bidan dirasakan terlalu banyak. Bidan
tidak saja bertugas melayani ibu hamil dan balita, mereka juga melayani
pertolongan kesehatan secara umum seperti menolong prang sakit, kecelakaan lalu
lintas sampai menindik dan menyunat bayi yang Baru lahir. Selain menangani
aspek klinis medis kebidanan dan umum, mereka juga menangani aspek administrasi
dan manajerial. Tugas administrasi yang dituntut oleh puskesmas sering
mengakibatkan tugas pokok menjadi terlantar.Puskesmas selalu meminta data diri
yang sulit diperoleh. Membina hubungan dengan dukun bayi dan anggota masyarakat
merupakan aspek sosial yang harus diperhatikan oleh seorang bidan. Dalam banyak
hal bidan merasakan bekal dan kemampuannya amat terbatas untuk dapat menangani
semua harapan masyarakat. Pendidikan lanjut baik berupa kursus singkat maupun
seminar sangat mereka harapkan untuk dapat memperoleh bekal dalam menjalankan
profesi mereka.
Hal tersebut mendorong penulis ini untuk mengetahui dan
memahami lebih mendalam bagaimana peran dan penghargaan yang diperoleh bidan
dalam menjalankan tugas mereka sebagai tenaga kesehatan baik di puskesmas
maupun di praktek sore mereka di rumah.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas
dalam makalah ini adalah
1.2.1
Apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja reward dan sanksi
dalam profesi bidan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah
1.4.1 Manfaat khusus
Setelah mengetahui reward dan sanksi
dalam profesi bidan, mahasiswa memiliki acuan dalam melakukan segala tindakan
dalam pelayanan kebidanan.
1.4.2 Manfaat umum
Dengan adanya makalah ini semoga bidan –
bidan mengetahui apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan.
Bab 2
Pembahasan
Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu
yang diberikan baik oleh perorangan ataupun suatu lembaga. Bidan
sebagai suatu profesi tenaga kesehatan harus bisa mewujudkan kesehatan keluarga
dan masyarakat. Karena inilah bidan memang sudah seharusnya mendapat
penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan yang diberikan
kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan
profesi dan pemberian kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan adanya penghargaan seperti yang
disebutkan diatas, akan mendorong bidan untuk meningkatkan kinerja mereka
sebagai tenaga kesehatan untuk masyarakat. Mereka juga akan lebih giat
untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan dan potensi mereka sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu standar profesi bidan.
Menurut Gibson (1987) ada tiga
faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang termasuk bidan,antara lain:
a. Faktor individu :
kemampuan,keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial,
dan demografi seseorang.
b. Faktor psikologis : persepsi, peran,
sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c. Faktor organisasi : struktur
organisasi,besar pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan.
Tujuan dari adanya sistem
penghargaan antara lain :
a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara
individu maupun dalam kelompok setinggi-tingginya.
b. Merangsang minat dalam pengembangan
pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
c. Memberikan kesempatan kepada staf
untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan sehingga terbuka jalur
komunitas dua arah antara pimpinan dan staf.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, hak adalah
kewenangan untuk berbuat sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau
aturan tertentu. Sebagai suatu profesi, bidan memiliki organisasi profesi yaitu
Ikatan Bidan Indonesia atau disingkat IBI yang mengatur hak dan kewajiban serta
penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan yang telah menyelesaikan
pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.
2.1 Hak bidan :
2.1.1 Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.
2.1.2 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap
tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
2.1.3 Bidan berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang
bertentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
2.1.4 Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan menuntut
apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
2.1.5 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan.
2.1.6 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai.
2.1.7 Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
2.2 Wewenang bidan :
2.2.1 Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan untuk mendekatkan pelayanan kegawatandaruratan
obstetrik dan neonatal.
2.2.2 Bidan harus melaksanakan tugas kewenagan sesuai standar profesi, memiliki
kemampuan dan ketrampilan sebagai bidan, mematuhi dan melaksanakan protap yang
berlaku di wilayahnya dan bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan
dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi.
2.2.3 Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada masa
pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas,
menyusui, dan masa antara kehamilan. Dan masih banyak lagi.
Dalam lingkup IBI, setiap
anggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan kedudukannya, yaitu:
Anggota Biasa
a. Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
b. Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
c. Berhak memilih dan dipilih.
Anggota Luar Bisaa
a. Dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan organisasi.
b. Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
Anggota Kehormatan
Dapat mengemukakan
pendapat,saran,dan usul untuk kepentingan organisasi.
2.3 Penghargaan Bagi Mahasiswa Bidan
Bagi mahasisiwa DIII kebidanan yang berprestasi akan mendapatkan
penghargaan berupa beasiswa dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS) setiap 4 bulan sekali selama 3 tahun
pendidikan kebidanan. Penghargaan juga diberikan kepada bidan yang berprestasi
(bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi beasiswa. Bidan sebagai
petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan
hukum. Masalah dapat diselesaikan dengan hukum , tetapi belum tentu dapat
diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik.
2.4 Sanksi
Tidak hanya memberikan penghargaan bagi bidan yang mampu melaksanakan
prakteknya sesuai kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik
itu disengaja atau tidak, akan tetap di audit oleh dewan audit khusus yang
telah dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan di kabupaten
tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan
tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai
kewenangannya. Sanksi adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa
pembebanan atau penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi
berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah
diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi sesuai dengan Permenkes RI
No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan
Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang memiliki tugas :
a. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan
pengurus pusat.
b. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala
c. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus
pusat.
d. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya
ditentukan pengurus.
MPEB dan MPA merupakan majelis
independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam
organogram IBI tingkat nasional.
MPEB secara internal
memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang
dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan
anggota.
MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota yang
mengalami permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum. Kepengurusan
MPEB dan MPA terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota. MPA
tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada pengurus pusat IBI dan
pada kongres nasional IBI. MPA tingkat provinsi melaporkan
pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan pembinaan serta
pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesalahan atau
kelalaian bidan dalam memberikan pelayanan. Etika profesi adalah norma-norma
yang berlaku bagi bidan dalam memberikan pelayanan profesi seperti yang
tercantum dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a. Mantan pengurus IBI yang potensial.
b. Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dan perubahan
serta pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota, dan hal yang menyangkut
hak serta perlindungan anggota.
c. Anggota yang berminat dibidang hukum.
Keberadaan MPEB bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan
bidan.
b. Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap
Kode Etik Bidan Indonesia.
c. Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan
pelayanan.
Contoh sanksi bidan adalah
pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa
denda.
Penyimpangan yang dilakukan
oleh bidan misalnya :
a. Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh
bidan karena termasuk tindakan kriminal.
b. Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature,
bidan ingin melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan,
dan harus dirujuk. Karena ini sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu
jika dilakukan oleh bidan itu sendiri,persalinan akan membahayakan ibu dan bayi
yang dikandungnya.
2.4.1 Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang
dilakukan oleh bidan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan,
faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk dapat mencegah
terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan atau
garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada informed
consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk penyelesaian
tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang
telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang
menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus yang ditanganinya
termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku dapat dimintai
pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan
malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu
merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan malpraktek etik atau melanggar kode etik.
Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI.
Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan apabila
seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka
pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian
apakah bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila
menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan
karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah
melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib
memberikan bantuan hukum kepada bidan tersebut dalam
menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan
2.5 KODE
ETIK BIDAN
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus dipatuhi
oleh setiap anggota profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang
apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan
juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam
masyarakat. Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi
yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik
yang berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat,
profesi dan dirinya.
Secara umum
tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat
mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu
setiap kode etik suatu profesi akan melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode kehormatan.
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental. Dalam
hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya menetapkan
larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan
kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan
kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota
profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk pengabdian profesi tertentu,
sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya.
Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan menigkatkan
mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi,
menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota, meningkatkan pengabdian
anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi
profesi.
Penetapan
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya.
Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik bidan di
Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres
nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat
kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan
pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku,
kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang
dalam mukadimah, tujuan dan bab.
2.5.1 Yang
dapat dilakukan dalam kode etika menuntun atau panduan untuk disiplin profesi:
- Menuntun tingkah laku
- Menawarkan suatu kerangka kerja yang dapat meningkat kapasitas dalam
- Pengambilan keputusan moral yang efektif.
2.5.2 Yang
tidak dapat dilakukan:
- Tidak dapat menjamin etika praktek atau pengambilan keputusan.
- Tidak dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak berguna.
- Tidak dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.
- Tidak dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang benar
2.5.3 Persyaratan
kode etik:
- Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan moral).
- Kemampuan (kapasitas dan kemauan) mengambil keputusan.
- Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.
2.5.4 Dimensi Kode Etik :
a.
Anggota profesi dan Klien atau
Pasien.
- Anggota profesi dan sistem kesehatan.
- Anggota profesi dan profesi kesehatan
- Anggota profesi dan sesama anggota profesi
2.5.5 Prinsip Kode Etik :
a.
Menghargai otonomi
- Melakukan tindakan yang benar
- Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
- Memberlakukan manusia dengan adil.
- Menjelaskan dengan benar.
- Menepati janji yang telah disepakati.
- Menjaga kerahasiaan
2.5.6 Secara
Umum Kode Etik Bidan Berisi :
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
·
Setiap bidan
senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya
dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
·
Setiap bidan
dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
·
Setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan
tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·
Setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak
klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
·
Setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga
dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
·
Setiap bidan
senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan -
tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara optimal.
b.
Kewajiban
bidan terhadap tugasnya
·
Setiap bidan
senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·
Setiap bidan
berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau
rujukan.
·
Setiap bidan
harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan
kepentingan klien.
d.
Kewajiban
bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
·
Setiap bidan
harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja
yang serasi.
·
Setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya
maupun tenaga kesehatan lainnya.
e. Kewajiban bidan terhadap profesinya
·
Setiap bidan harus menjaga
nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian
yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
·
Setiap bidan harus senantiasa
mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·
Setiap bidan senantiasa
berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat
meningkatkan mute dan citra profesinya.
f. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
·
Setiap bidan harus memelihara
kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
·
Setiap bidan harus berusaha
secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
g. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
·
Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuanketentuan pemerintah dalam bidang
kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan
masyarakat.
·
Setiap bidan melalui profesinya
berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk-
meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan
kesehatan keluarga.
Setiap bidan dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Bidan Indonesia.
2.6 Jabatan Fungsional Bidan
Selain penghargaan dan sanksi, bidan juga patut mendapat jabatan fungsional dan
jabatan struktural. Seperti yang dijelaskan pada materi di atas mengenai
jabatan fungsional bidan, jabatan fungsional didapat oleh seorang bidan melalui
pendidikan formal seperti D III dan SI berupa ijasah, sedangkan non formal
berasal dari pelatihan atau penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh
pemerintah atau organisasi bidan berupa sertifikat.
Bidan memiliki jabatan
fungsional sesuai dengan fungsi bidan yaitu pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti. Dalam menduduki jabatan ini,bidan juga berhak smenerima tunjangan
fungsional sesuai dengan kedudukannya.
Sedangkan jabatan struktural
bidan dilihat berdasarkan dimana bidan tersebut bekerja. Tunjangan berasal dari
tempat dimana dia bekerja seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Jabatan dapat ditinjau dari 2
aspek, yaitu jabatan struktural dan fungsional.
·
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam struktur dan diatur
berjenjang dalam suatu organisasi
·
Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang
vital dalam kehidupan rmasyarakat dan Negara.
Selain fungsi dan perannya
yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi
kualitatif. Seseorang memiliki jabatan fungsional berhak mendapatkan tunjangan
fungsional. Jabatan bidan merupakan jabatan fungsional professional sehingga
berhak mendapat tunjangan fungsional.
Pengembangan karir bidan
meliputi karir fungsional dan karir struktural. Jabatan fungsional sebagai
bidan bisa didapat melalui pendidikan berkelanjutan ,baik secara formal maupun
nonformal, yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan professional bidan
dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan
peneliti.
Sedangkan jabatan
sturkturalnya bergantung dimana bidan tersebut bertugas,misalnya di rumah
sakit, puskesmas, dan sebagainya. Karir ini dapat dicapai oleh bidan di setiap
tatanan pelayanan kebidanan/kesehatan sesuai dengan tingkat kemampuan,
kesempatan, dan kebijakan yang ada.
PERMENKES RI No.1464/MENKES/PER/X/2010
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1) Dalam
melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan
yang diberikan.
2) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3) Dikecualikan dari ketentuan
sebagaiman dimaksud pada ayat (2) untu bidan yang bekerja di fasilitas pelaynan
kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Simpulan
Bidan
merupakan salah satu profesi bidang kesehatan yang memiliki tugas yang berat
dan harus dipertanggung jawabkan. Membantu persalinan adalah salah satu tugas
berat bidan. Karena berhubungan dengan nyawa bayi dan ibunya. Jadi bidan berhak
dan berkewajiban untuk mendapat penghargaan.
Penghargaan bagi bidan adalah
bentuk apresiasi yang diberikan kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa
tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak
untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Sedangkan
sanksi bagi bidan adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan
atau penderitaan yang ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi
berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan hak/kewajiban bidan yang telah
diatur oleh organisasi profesi.
3.2 Saran
Makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi pengembangan
penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam dan
memperbaharui pengetahuan mengenai ilmu kebidanan khususnya mengenai Konsep
Kebidanan karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Kumala, Popy, dr. 2007. Manajemen Pelayanan Primer. Jakarta: EGC
Mufdilah,dkk.2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Nuha
Medika
Mustika,
Sofyan dkk. (2003). 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan.
Jakarta: PP IBI
Simatupang, Juliana, Erna. (2008). Manajemen Kebidanan.
Jakarta: EGC
Soepardan, Suryani, Hajjah. (2006). Konsep Kebidanan. Jakarta:
EGC
Sujianti, S.ST (2009). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Yogjakarta: Numed
http://www.waspada.co.id/index.php/templates/index.php?option=com_content&view=article&id=58965:audit-maternal-perinatal&catid=25:artikel&Itemid=44
No comments:
Post a Comment